“Menafsir Ulang Kepemimpinan Perempuan: Pandangan Moderat Quraish Shihab
Oleh : Muhammad Yazid (220103020159), Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Perdebatan tentang perempuan sebagai pemimpin sudah sering keluar masuk telinga kita, terutama di masyarakat yang berpegang pada norma dan nilai tradisional. Dalam konteks agama dan budaya, sering kali muncul pertanyaan: apakah perempuan diperbolehkan memimpin? Lalu bagaimanakah kita harus memandang terkait peran perempuan dalam kepemimpinan. Dengan semakin banyaknya perempuan yang memegang peran penting di berbagai bidang, penting bagi kita untuk mendiskusikan hakikat kepemimpinan dan bagaimana kesetaraan gender berperan dalam menciptakan keadilan sosial.
Dalil tentang Larangan Kepemimpinan Wanita
Setidaknya ada dua dalil yang sering kita dengar terkait larangan kepemimpinan wanita atas laki-laki, yakni firman Allah swt. dalam Q.S. An-Nisa [4] 34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, …” [1]
Juga dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ ، عَنِ الْحَسَنِ ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ : لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَمَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ، فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ. قَالَ : لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ : ” لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ، وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً “.
Artinya, “Telah mengabarkan kepada Kami Utsman bin Haitsam, telah mengabarkan kepada kami Auf, dari Hasan dari Abi Bakrah berkata: Sungguh Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang aku medengarnya dari Rasulullah SAW pada hari menjelang Perang Jamal, setelah aku hampir membenarkan mereka (Ashabul Jamal) dan berperang bersama mereka. Ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, beliau bersabda “Tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” (H.R. Al-Bukhari).[2]
Ayat dan hadis di atas, menurut beberapa pendapat membatasi kepemimpinan hanya kepada kaum lelaki. Akan tetapi berbeda pendapat dengan pemikir/ulama kontemporer yang melihat bahwasanya ayat tersebut tidak harus dipahami demikian, karena ayat tersebut berbicara tentang keluarga, bukan secara umum. Begitu juga hadis tersebut tidak dapat dipahami berlaku untuk umum, karena Nabi mengucapkannya dalam konteks pengangkatan putri penguasa Persia sebagai kepala negara.[3]
Pandangan Prof. M. Quraish Shibab terhadap Kepemimpinan
Quraish Shihab adalah ulama dan cendekiawan Muslim asal Indonesia, mufassir kelahiran 1944 itu menempuh pendidikan di Al-Azhar, Mesir, dan meraih gelar Sarjana di bidang tafsir. Quraish Shihab dikenal sebagai penulis Tafsir Al-Mishbah, yang menjadi rujukan banyak umat Islam di Indonesia. Selain itu, ia aktif di media, terutama dalam program televisi yang membahas isu-isu keagamaan. Dengan pemikiran moderat, beliau mendorong pemahaman Islam yang toleran dan menghargai perbedaan, serta telah menghasilkan banyak karya tentang tema keagamaan dan pendidikan.
Quraish Shibab menegaskan bahwa perempuan memiliki hak untuk memegang posisi kepemimpinan. Ia berpendapat bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang perempuan untuk menjadi pemimpin, baik dalam konteks politik, sosial, maupun agama.
Singkatnya, kepemimpinan tidak bergantung pada jenis kelamin, melainkan pada kemampuan, integritas, dan kecakapan individu. Tidak peduli baik laki-laki maupun perempuan, selama mereka memenuhi syarat yang telah ditentukan mereka berhak untuk memimpin.
Referensi
[1] Al-Qur`an Al-Karim, Surah An-Nisa: 34.
[2] Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari Jilid 6 Kitab al-Magazi, No. 4225, h.8. [3] M. Quraish Shihab, M.Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), 655