Hasyiyah Ala Tafsir Jalalain: Bukti Eksisnya Dinamika Intelektual Ulama Tafsir Hingga Sekarang.
oleh : Auzan Mursyidan (220103020254). Ilmu Al Qur an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Tafsir Jalalain, sebuah kitab tafsir yang sangat masyhur khususnya di Indonesia ini ternyata memberikan dampak begitu besar terhadap dinamika intelektual di generasi kedepannya. Tafsir yang ditulis oleh dua Jalaluddin ini diterbitkan hampir 500 tahun yang lalu.
Mengutip dari kitab Jami’ al-Syuruh wa al-Hawasy karangan Muhammad Abdullah al-Habsyi, serta pencarian penulis di platform Maktabah Noor setidaknya ada 44 Hasyiyah termasuk juga komentar lain, yang telah terdata hingga tahun 2020 M. Termasuk di antaranya ialah delapan kitab yang ditulis serta diterbitkan di era modern-kontemporer
Walaupun terpaut waktu yang sangat jauh sekali –dari penulisan Tafsir Jalalain-, ternyata fenomena dinamika intelektual ini terus berlangsung hingga era sekarang. Terbaru, ialah karangan Muhammad Faruq bin Abdul Rasyid al-Atthari Anwar al-Haramain ‘ala Tafsir Jalalain yang diterbitkan di Pakistan tahun 1432 H/2011 M. Serta dari Al-‘Allamah Abdurrahman bin Nashir al-Barak Al-Ta’liq wa al-Idhoh ala Tafsir al-Jalalain yang diterbitkan di Riyadh tahun 1442 H/2020 M
Berikut daftar nama delapan Hasyiyah atas Tafsir Jalalain era kontemporer:
No | Nama | Pengarang | Tahun |
1 | Anwar al-Hilalain fi ta’aqubat ala al-Jalalain | Muhammad bin Abdurrahman al-Khamis | 1414 H |
2 | Qurrat al-Ainain ‘Ala Tafsir al-Jalalain | Muhammad Ahmad Kan’an | 1418 H |
3 | Dzakhirah al-Darain ala Tafsir al-Jalalain | Sholih bin Muhammad al-Daghastani al-Qandahari | 1420 H |
4 | Tanbihat Muhimmat ‘Ala Qurrat al-‘Ainain | Muhammad bin Jamil Zainu | 1421 H |
5 | Hasyiyah Hidayat al-Muwahhidin ‘Ala Tafsir al-Jalalain | Hisyam Muhammad Said Barghasy | 1436 H |
6 | Tahdzib Tafsir al-Jalalain | Muhammad Lutfi al-Shibagh | 1427 H |
7 | Anwar al-Haramain ‘ala Tafsir Jalalain | Muhammad Faruq bin Abdul Rasyid al-Atthari | 1432 H |
8 | Al-Ta’liq wa al-Idhoh ala Tafsir al-Jalalain | Al-‘Allamah Abdurrahman al-Barak | 1442 H |
Respon yang ditimbulkan oleh para pengarang beragam, inilah yang menjadi bukti ketatnya dinamika intelektual antar ulama. Sebut saja seperti Muhammad Ahmad Kan’an yang dengan tegas memperingatkan umat muslim untuk menjauhi segala urusan yang seharusnya ditinggalkan di era sekarang, seperti kisah-kisah Israiliyyat, kutipan-kutipan fiktif, kekeliruan pada tafsir ayat-ayat teologis, hingga cerita-cerita dongeng, atas dasar itulah ia menulis Qurrat al-Ainain ala Tafsir al-Jalalain.
Tak selesai sampai disitu, karya Kan’an inipun mendapat respon telak dari Muhammad bin Jamil Zainu dengan karyanya Tanbihat Muhimmat ‘Ala Qurrat al-Ainain. Pada karyanya tersebut, ia mengutip beberapa kesalahan tafsir oleh Kan’an, terlebih ketika berbicara ayat-ayat teologis dan Ahkam yang menurutnya tidak sesuai kaidah keilmuwan.
Pada tahun berikutnya, Hisyam Muhammad Said Barghasy justru menulis dalam Muqaddimahnya bahwa ia memiliki visi yang sama dengan Muhammad Ahmad Kan’an, dengan menambahkan keseriusan dalam menangguhkan hadist-hadist yang tidak dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya.
Masih satu visi dengan Ahmad Kan’an, Lutfi al-Shibagh juga menyebutkan di dalam Muqaddimahnya dengan tegas, bahwa semua manusia tidak terlepas dari aib, termasuk al-Showi dan al-Jamal yang ia kagumi, bahkan sekelas Dua Ulama Jalal, karnanya ia menulis al-Tahdzib untuk menegahkan beberapa hal yang ia anggap sebuah ketidaklayakan dalam penafsiran al-Qur’an, di antaranya yakni menyampingkan kisah-kisah Israiliyyat yang menentang akal dan ajaran agama.
Terlepas dari intensitas dinamika di atas Muhammad Faruq hadir dengan Anwar al-Haramainnya, untuk memberantas ‘oknum’ penerbit dan pengedar cetakan hasyiyah yang ia sebut sering mengurangi, menambahkan, mengubah hingga mengganti teks tafsir, terlebih pada teks periwayatan bacaan yang menurutnya tidak sesuai dengan riwayat bacaan Imam Jalalain. Pada Muqaddimahnya lah juga ia menyertakan contoh fenomena tersebut.
Selanjutnya, ia memperingatkan bahwa Imam Jalalain tidak pernah mengikut pada satu periwayatan bacaan saja, juga tidak mengikut pada beberapa periwayatan tertentu. Sehingga tidak bisa diklaim sepihak (oleh penerbit) sekadar menambahkan teks periwayatan bacaan yang tidak pernah ditulis oleh penulis hasyiyah lainnya. Sedangkan jika penulis Hasyiyah menuliskan periwayatan maka sah-sah saja, menurutnya itu diluar hak penerbit untuk menginterpretasi maupun mengintervensi sebuah karya.
Selain itu, ia juga menambahkan –di dalam Hasyiyahnya- beberapa pendapat syariat madzhab Hanafi, mengingat al-Showi bermadzhab Maliki, dan al-Jamal bermadzhab Syafi’i. untuk memperkaya khazanah keilmuwan fiqh dalam Tafsir Jalalain
Yang terbaru yakni al-Ta’liq wa al-Idhoh ‘Ala Tafsir al-Jalalain, ternyata Hasyiyah ini bukanlah catatan pribadi Abdurrahman al-Barak sendiri, melainkan catatan murid beliau bernama Doktor Fakhruddin Qubawah saat menghadiri majlis Abdurrahman al-Barak. Ia mengumpulkan catatan perkataan gurunya saat mengajar Tafsir Jalalain yang akhirnya ia susun dan diberi nama al-Ta’liq wa al-Idhoh ‘Ala Tafsir al-Jalalain , dan tentu sebelum terbitnya Hasyiyah ini, ia juga meminta koreksi dengan gurunya.
Menarik untuk ditelaah, bahwa sistematika penulisan Hasyiyah ini sangat konsisten dan detail. Sebagaimana ditulis di dalam Muqaddimah bahwa fokus utama penulisan di antaranya: Mempertegas periwayatan dengan merujuk kepada setiap sumber aslinya, Me-takhrij seluruh hadist hingga menyebutkan seluruh perawinya dengan merujuk kepadakitab al-Sunan al-Arba’ ditambah al-Muwattha imam Malik dan Musnad Ahmad, Serta menambahkan periwayatan bacaan Imam Hafsh, karna menurutnya sebagian besar teks Tafsir Jalalain didominasi periwatan bacaan dari Imam Bashrah Abi Amar bin al-‘Ala.
Tulisan-tulisan yang disajikan oleh ulama di atas era kontemporer ini, sangat menarik untuk dikaji, dibahas didiskusikan bahkan dijadikan objek penelitian. Betapa eloknya tradisi penulisan hasyiyah mempertontonkan dalamnya intelektual para ulama Islam yang masih terbudayakan dari era klasik hingga kontemporer sekarang ini.
Hingga pada tulisan ini saya susun, saya pribadi belum menemukan Hasyiyah terbaru maupun respon terbaru dari Hasyiyah di atas. Apakah selanjutnya kita akan segera membaca Hasyiyah yang menjadi respon dari dinamika Qurrat al-Ainain? Atau respon terhadap Hasyiyah Anwar al-Haramain? Atau bahkan koreksi atas al-Ta’liq wa al-Idhoh? Tentu jika kita ingin mengambil peran dalam penulisan karya fenomenal ini, patutlah sekaliber dengan para ulama di atas.
Sumber:
Atthari, Muhammad Faruq bin Abdul Rasyid al-, Anwar al-Haramain ‘ala Tafsir Jalalain, Maktabah al-Madinah, Pakistan.
Barak, Abdurrahman al-, Al-Ta’liq wa al-Idhoh ala Tafsir al-Jalalain, Gharabiyyah Suudiyyah, Riyadh
Barghasy, Hisyam Muhammad Said Hasyiyah Hidayat al-Muwahhidin ‘Ala Tafsir al-Jalalain, Dar al-Wathan, Riyadh
Habsyi, Abdullah Muhammad al-, Jâmi’ al-Syurûh wa al-Hawâsyî, vol 1-4. Abu Dhabi: Majma’ al-Thaqafi. 2004.
Kan’an, Muhammad bin Ahmad, Qurrat al-Ainain ‘Ala Tafsir al-Jalalain, Dar al-Bashaer, Beirut
Shibagh, Muhammad Lutfi al-, Tahdzib Tafsir al-Jalalain, al-Maktab al-Islamy, Beirut.
Zainu, Muhammad bin Jamil, Tanbihat Muhimmat ‘Ala Qurrat al-‘Ainan, Dar al-Fath, np